Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... Syifa, seorang perempuan
shalihah yang tak hanya sekedar cantik, perhiasan iman dan keshalihannya
menghiasi setiap langkahnya. Syifa cukup terkenal dikalangan aktivis, bisa
dibilang mobilitasnya lumayan tinggi.
Syifa mulai memasuki sebuah fase yang sering dialami
setiap wanita. Usianya memasuki angka duapuluh lima tahun, hatinya mulai
dihiasi rasa rindu yang tak bisa diurai dengan logika.
Perlahan Syifa menyusun kepingan-kepingan keinginannya dan
mengumpulkan segenap kekuatan. Ia menemui murabbinya.
“ Mbak Hasna, saya ingin menikah. Tolong carikan saya calon ya
Mbak…”
“ InsyaAllah dik,, biodata dan foto adik sudah disiapkan?”
“ Sudah mbak, ini biodata saya..”
“ Oke, adik jangan lupa terus berdoa ya…”
Dengan wajah penuh semangat dan azzam yang kuat, Syifa
melangkah meninggalkan rumah Hasna. Sejak itu ia tak pernah berhenti berdoa.
Setiap malam ia semakin rajin berkhalwat dengan Rabbnya. Sujudnya semakin
panjang menghiasi setiap shalatnya.
“ Ya Rabb, hamba menyerahkan semua padaMu. Engkaulah yang Maha
Mengetahui apa yang terbaik untuk hamba. Hamba hanya ingin seorang lelaki
shalih. Yang kan mencintai hamba dengan kecintaanNya padaMu. Yang kan selalu
membuat hamba iri dengan ketaatannya padaMu. Hamba ingin seorang lelaki shalih,
yang kan melepas hamba dengan ridha dan keikhlasannya ketika hamba berpulang
kepadaMu.. “ Itulah sepenggal doa Syifa.
Hari berganti hari, belum ada kabar dari mbak Hasna. Disatu
sisi Syifa gelisah, disatu sisi dia terus berusaha menenangkan dan menguatkan
hatinya.
Baru beberapa ia menyerahkan biodatanya, sedangkan diluar sana
mungkin ada yang telah menunggu bertahun-tahun.
“Ah… harus tetap semangat..!” bisiknya dalam hati.
***
Di tempat lain, sesosok laki-laki shalih, sedang bermunajah di
penghujung malam. Hatinya menangis pilu. Beberapa kali hatinya terluka,
lamarannya beberapa kali ditolak. Sedangkan usia semakin menunjukkan angka
yang semakin tua, belum lagi orangtua yang semakin iba melihatnya tak kunjung
bersanding dengan bidadari.
Keinginan untuk menikah pun tak bisa dibendung lagi. Ia tak
tahu harus berikhtiar apalagi. Ia hanya bisa mengadukan pada RabbNya, memohon
segenap kekuatan dan semangat yang sempat padam.
“ Nak, bapak dan ibu selalu mendoakan kamu. Mungkin yang
kemarin-kemarin memang belum yang terbaik buat kamu.”
Ia, Ahmad, tak kuasa menahan haru ketika teringat ucapan
ibunya. Sebagai seorang laki-laki, ia cukup ideal. Ia laki-laki yang shalih,
mapan dan dari keluarga yang baik.
Suatu hati, ketika ia beranjak dari tempat duduknya, setelah
mengikuti kajian yang diadakan IKADI, ada seorang sahabat menyapanya.
“ Assalammu’alaykum.. Ahmad, apa kabar?”
“ Wa’alaykumsalam, Adit, Alhamdulillah, aku baik. Kamu gimana
Dit?”
“ Alhamdulillah, baik. Aku sekarang sudah hampir punya dua
anak. Istriku sedang hamil anak yang kedua. Kamu gimana? Sudah menikah?”
Ahmad yang tadinya ceria menyambut sapaan Adit kini berubah
sedih. Adit mengajaknya duduk dibawah pohon besar dekat masjid. Pohon rindang
yang lumayan menyejukkan. Kemudian Ahmad menceritakan semua kegagalannya
menjemput bidadarinya.
“ Ahmad, saudaraku, kamu harus tetep semangat. Aku yakin
bidadarimu tidak jauh lagi. Oh iya, kebetulan, adik-adik istriku beberapa ada
yang meminta tolong untuk dicarikan suami. Gimana kalo kamu aku bantuin nyari
juga? Siapa tahu jodoh?”
“ Bener nih Dit? Kamu serius?”
“ Ya iya lah Mad, urusan begini gak boleh lah main-main.”
Tidak menunggu lama, beberapa hari kemudian Ahmad silaturahim
ke rumah Adit. Adit adalah suami Hasna, guru ngaji Syifa. Adit dan Hasna
memberikan beberapa amplop tertutup yang isinya biodata muslimah. Ahmad
mengambil satu dan kemudian ia istikharah. Tiga hari kemudian, Ahmad
menyampaikan kemantapannya dengan muslimah yang pertama kali dia ambil
biodatanya. Biodata yang menuliskan nama Syifa. Hasna pun menyampaikan kepada
Syifa hingga proses ta’aruf pun terjadi.
***
Mungkin inilah yang dinamakan jodoh. Keluarga Syifa maupun Ahmad sangat bahagia dan sangat merestui keduanya untuk menikah. Pertemuan keluargapun digelar, kedua keluarga memilih untuk menggelar pernikahan yang sederhana. Semua keluarga terlibat mempersiapkan pernikahan mereka. Termasuk Hasna dan Adit, yang menjadi orang terdekat Syifa dan Ahmad.
Seperti sebuah mimpi yang akan menjadi kenyataan bagi Syifa
dan Ahmad. Beberapa waktu lalu mereka masih dalam kegundahan, menanti siapakan
belahan jiwa mereka. Beberapa waktu lalu semua masih terbungkus rahasia dan
diselaputi misteri. Sekarang? Tak terasa sampai di dua hari menjelang
pernikahan.
“ Astaghfirullah, undangan buat temen-temen di kampus
ketinggalan.” gumam Syifa.
Dengan secepat kilat Syifa bersiap-siap menuju kampusnya. Ia
akan menyampaikan undangannya ke teman-teman rohisnya dikampus.
“ Mau kemana nduk? Kok buru-buru gitu?” tiba-tiba ibu
menhampirinya.
“ Mau nganter undangan ke temen-temen di kampus Bu,
ketinggalan gitu.”
“ Nitip ke teman kamu aja Nduk, siapa gitu, kamu jaga kondisi
biar gak kecapekan, kan kemaren udah muter-muter.”
“ InsyaAllah gapapa Bu, sungkan kalo nitip-nitip gitu. Syifa
berangkat dulu ya.”
Syifa akhirnya berangkat ke kampusnya naik angkot. Jam satu
siang, udara kota Malang sedang panas-panasnya tapi Syifa masih bersemangat.
Saat turun dari angkot, menuju gerbang kampusnya ia melihat seorang anak kecil
yang lucu sekali.
Mirip ketika ia masih kecil dulu, pipinya chubby dan imut.
Anak kecil itu begitu aktif, namun tiba-tiba anak kecil itu terlepas dari genggaman
ibunya yang sedang merespon sapaan seorang wanita. Anak itu berlarian. Syifa
melihat sebuah sedan melaju cepat ke arah anak kecil itu. Reflek Syifa berlari
dan mendorong anak itu… Braaaaaakkkk…..!!!
Syifa tertabrak,terlempar jauh, bermeter-meter. Tubuhnya
terguling hebat. Suasana menjadi riuh, banyak orang berdatangan mengerumuni
tubuh Syifa yang berlumuran darah. Syifa tak sadarkan diri. Ia dilarikan
kerumah sakit terdekat. Kondisi Syifa semakin kritis. Dokter sedang berusaha
menyelamatkannya . keluarganya mulai berdatangan, ibu, ayah, adik, kakak dan
beberapa paman dan bibinya. Mereka tak bisa menahan isak tangis sedihnya.
Syifa masih koma, tak sadarkan diri. Ibunya mencoba untuk
tegar, dipakaikannya jilbab pada putrinya yang shaliha. Ibu Syifa ingin
putrinya tetap cantik dalam balutan jilbabnya, jilbab pink kesayangannya.
Tak lama kemudian Ahmad dan kedua orangtuanya datang. Ibu
Ahmad yang masuk ke ruang ICU, Ahmad dan bapaknya menunggu diluar. Ibu Ahmad
tak sanggup menahan airmata pilunya, dia mencium kening calon menantunya yang
tergeletak tak berdaya. Ahmad pun tak bisa menyembunyikan kesedihannya, dia
lebih banyak diam.
***
Hari ini harusnya Syifa menjadi seorang pengantin. Syifa masih
tergolek lemah di ruang ICU, sesekali ia merespon kehadiran orang-orang
didekatnya dengan kedipan matanya yang sayu. Dengan hati perih, Ahmad memasuki
ruang ICU ditemani ibunya.
“ Ibu, Ahmad punya satu permintaan. Tolong ijinkan Ahmad
menikah dengan Syifa sekarang ya Bu.”
Entah kenapa, ibu Ahmad yang terlanjur mencintai calon
menantunya itu mengiyakan permintaan anaknya. Setelah keinginan Ahmad
disampaikan kepada semua keluarga. Pernikahan pun segera disiapkan. Ibunya
Syifa dan Ibunya Ahmad mendandani Syifa hingga ia nampak begitu cantik dengan
gaun pengantin yang sudah dipersiapkan untuk hari bahagianya. Suasana
begitu haru, ayah Syifa sendiri yang akan menikahkan putrinya dengan Ahmad.
“ Saya nikahkan putri saya Syifa Nur Putri Himawan binti Arief
Himawan dengan engkau Ahmad Indrawan bin Husein dengan mas kawin seperangkat
alat shalat dibayar tunai.”
“ Saya terima nikahnya Syifa Nur Putri Himawan binti Arief
Himawan dengan mas kawin seperangkat alat shalat dibayar tunai.”
Dan saksi-saksi pun berkata, “Sah..!”.
Doa barokahpun mengalir menyambut perjanjian suci dua hati.
Hanya ada Ahmad dan Syifa di ruang ICU, Ahmad menggenggam
tangan Syifa, mencium kening istrinya dan mendoakannya. Syifa meresponnya
dengan senyuman. Ahmad bahagia sekali.
“ Dik Syifa, emm bolehkan aku panggil Dik Syifa? Aku senang
sekali akhirnya kita berdua dipertemukan Allah. Dik Syifa bahagia kan? Oh iya,
aku hafal Ar Rahman loh.. aku bacain buat kamu ya…”
Ayat demi ayat surah Ar Rahman mengalun menghiasi suasana
romantis dua hati yang sedang mensyukuri kebersamaan mereka. Mungkin terlihat
seperti kebersamaan yang sepi, namun dua hati mereka sedang berdialog dengan
cinta yang tak bisa terlukiskan oleh tinta. Hanya mereka dan Tuhan yang tahu.
Dan, ketika sampai di ayat yang terakhir, tangan Syifa menggenggam erat tangan
Ahmad.
“ Dik Syifa mau bilang sesuatu?”, tanya Ahmad sembari
mendekatkan telinganya.
Namun tak terdengar apa-apa. Ahmad mencoba melihat gerak bibir
istrinya yang terlihat lemah.
“ Iya Syifa, aku insyaAllah ridho… sudah, syifa istirahat
ya….” Syifa pun pelan-pelan kembali menggerakkan bibirnya, seakan mengucapkan
sesuatu.
Terdiam, pelan-pelan Syifa tersenyum dan menutup matanya untuk
selamanya.
Ahmad tak kuasa menahan air matanya. Istri yang dicintainya
telah pergi. Ahmad teringat dengan sebuah hadist, istri yang meninggal dunia
dalam keridhaan suaminya akan masuk surga. (Ibnu Majah, TIrmidzi)
“ Tunggu aku di surga ya Dik Syifa…” ucap Ahmad dengan senyum
dan airmata yang bersamaan ...
Subhanallah...Semoga kita dapat mengambil pengetahuan yang
bermanfaat dan bernilai ibadah.
Semoga bermanfaat dan Dapat Diambil Hikmah-Nya . Wallahu’alam
bishshawab, ..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar